Sabtu, 10 Oktober 2015

Hikayat Ibnu Hasan beserta unsur intrinsik dan ekstrinsik

HIKAYAT IBNU HASAN
“IBNU HASAN”

Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan bernama Syekh Hasan, banyak harta banyak uang terkenal kesetiap negeri merupakan orang terkaya bertempat tinggal di Negeri Bagdad yang terkenal kemana-mana sebagai kota yang paling ramai saat itu.

Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya.

Syekh Hasan saudagar yang kaya raya memiliki seorang anak laki-laki yang sangat tampan, pendiam, dan baik budi, berusia sekitar tujuh tahun Ibnu Hasan namanya. Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya semua orang senang melihatnya apalagi orang tuanya namun demikian anak itu tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan sandang, namun Ibnu Hasan sama suka bersolek karena itulah kedua orang tuanya sangat menyayanginya.

Ayahnya berfikir,”Alangkah salahnya aku, menyayangi diluar batas, tanpa pertimbangan, bagaimana kalau akhirnya, dimurkai Allah Yang Agung, aku pasti durhaka tak dapat mendidik anak mengkaji ilmu yang bermanfaat.”

Dipanggilnya putranya, anak itu segera mendatanginya diusap-usapnya putranya sambildinasihati bahwa ia harus mengaji, katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir tapi pergilah ke Mesir carilah jalan menuju keutamaan. ”Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan ragu-ragu, jangankan jalan menuju kemuliaan, jalan kematianpun hamba jalani, semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak, siang malam hanya perintah ayah ibu yang hamba nantikan.”

Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan berangkat kepesantren, berpisah dengan kedua orangtuanya hatinya sangat sedih ibunya tidak tahan menangis terisak-isak harus berpisah dengan putranya yang masih sangat kecil belum cukup usia.

“Kelak, apabila anaknda sudah sampai ketempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri karena jauh dari orang tua harus tahu ilmunya hidup jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senang karena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada dirantau orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-hatilah menjaga diri jangan menganggap enteng segala hal.” Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa yang Ibu katakan, akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakanlah aku agar selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan ibu akan kuperhatikan, siang dan malam.”

Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun. Mereka berangkat berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang sesekali menggantikan tugas Mairun.

Perasaan sedih prihatin, kehujanan, kepanasan, selama perjalanan yang makan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga dipusat kota Negara Mesir, dengan selamat berkat do’a ayah dan ibunda selanjutnya, segera ia menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya.

Pada suatu hari, saatba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh, yang baru pulang dari sekalah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari mana?” Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,” Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!” yang ditanya menjawab,”Apakah anda belum tahu?” “sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar,  berhitung, menulis, mengeja, belajar tatakrama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai dengan aturan.”

Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya, dia segera pulang, menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna mencari ilmu. Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.” Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu,”Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba besusah payah tanpa mengenal lelah, mencari ilmu. Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknya pun banyak, hamba tidak usah bekerja, karena tidak akan kekurangan. Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah meninggal dunia, semua hartanya jatuh ketangan hamba. Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan bertambah. Distulah terlihat ternyata kalau hamba ini bodoh. Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat saya karena modal sudah ada saya hanya tinggal melanjutkan. Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihi orang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang patih.” Maka, yakinlah kyai itu akan bauk muridnya.

UNSUR INTRINSIK

1.          TEMA
v Seorang anak ( Ibnu Hasan ) yang berbakti, menuruti dan mematuhi perkataan orang tua
v Seorang anak ( Ibnu Hasan ) yang ingin mengkaji ilmu yang bermanfaat

2.          ALUR
Alur yang digunakan dalam hikayat tersebut adalah alur maju

3.          SUDUT PANDANG
Sudut pandangnya adalah sudut pandang orang ketiga

4.          GAYA BAHASA
Gaya bahasa yang digunakan dapat dimengerti dan jelas

5.          LATAR
v LATAR TEMPAT
Negeri Bagdad, Pusat Kota Negara Mesir, Pesantren
v LATAR WAKTU
Syahdan, zaman dahulu kala, saat ba’da zuhur
v LATAR SUASANA
Senang, sedih

6.          PENOKOHAN
v  BERDASARKAN SIFAT
Syekh Hasan                      : Protagonis
Ibnu Hasan                         : Protagonis
Ibu Ibnu Hasan                   : Protagonis
Mairun                                : Protagonis
Mairin                                 : Protagonis
Saleh                                   : Protagonis
Guru Kyai                          : Protagonis
v  METODE PENOKOHAN ( METODE ANALITIK DAN DRAMATIK )
Syekh Hasan               : Sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya, seorang hartawan ( banyak harta dan uang ).
Ibnu Hasan                   : Tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan sandang, suka bersolek
Ibu Ibnu Hasan           : Baik, penyanyang
Mairun                        : Baik
Mairin                         : Baik
Saleh                           : Baik, pintar
Guru Kyai                   : Baik

7.    AMANAT
Janganlah menjadi orang yang sombong, angkuh dan menghina orang lain hanya karena kita banyak harta dan tidak kekurangan sandang pangan serta jadilah anak yang selalu berbakti kepada orang tua.

8.    KONFLIK
Karena Ibnu Hasan diperintah ayahnya untuk mengkaji ilmu yang bermanfaat ke Negara Mesir sehingga ibunya tidak tahan melihatnya pergi dan menangis terisak-isak.

UNSUR EKSTRINSIK

1)   NILAI AGAMA
(“……..dengan selamat berkat do’a ayah dan ibunda selanjutnya, segera ia menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya.”) Dan (“Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya.”)

Nilai agama yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah berkat doa orang tua kepada anaknya maka selamatlah anaknya sampai tujuan serta sebagai umat yang beragama kita selalu berdoa kepada Tuhan Yang maha Esa agar selalu diberikan keselamatan dan juga kita selalu menyanyangi orang yang tidak mampu.

2)   NILAI SOSIAL
“Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun. Mereka berangkat berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang sesekali menggantikan tugas Mairun.”

Nilai sosial yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa kita sesame manusia harus saling tolong menolong dan saling melindungi satu sama lain.

3)   NILAI BUDAYA
“Dipanggilnya putranya, anak itu segera mendatanginya diusap-usapnya putranya sambil dinasihati bahwa ia harus mengaji, katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir tapi pergilah ke Mesir carilah jalan menuju keutamaan. ”Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan ragu-ragu, jangankan jalan menuju kemuliaan, jalan kematianpun hamba jalani, semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak, siang malam hanya perintah ayah ibu yang hamba nantikan.”

Nilai budaya yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa kita sebagai seorang anak akan selalu mematuhi perkataan orang tua kita namun perintah yang positif.

4)   NILAI ADAT ISTIADAT/ETIKA
“Kelak, apabila anaknda sudah sampai ketempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri karena jauh dari orang tua harus tahu ilmunya hidup jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senang karena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada dirantau orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-hatilah menjaga diri jangan menganggap enteng segala hal.” Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa yang Ibu katakan, akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakanlah aku agar selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan ibu akan kuperhatikan, siang dan malam.”

Nilai etika dari penggalan hikayat tersebut adalah jangan merasa sombong dan saling tolong menolonglah terhadap sesama karena setiap orang akan saling membutuhkan ( makhluk sosial ).

5)   NILAI EKONOMI
Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan bernama Syekh Hasan, banyak harta banyak uang terkenal kesetiap negeri merupakan orang terkaya bertempat tinggal di Negeri Bagdad yang terkenal kemana-mana sebagai kota yang paling ramai saat itu.

Nilai ekonomi yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa orang tersebut merupakan orang yang banyak harta dan uang serta terkenal kemana-mana.

6)   NILAI PENDIDIKAN
Pada suatu hari, saatba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh, yang baru pulang dari sekalah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari mana?” Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,” Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!” yang ditanya menjawab,”Apakah anda belum tahu?” “sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar,  berhitung, menulis, mengeja, belajar tatakrama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai dengan aturan.”

Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya, dia segera pulang, menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna mencari ilmu. Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.” Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu,”Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba besusah payah tanpa mengenal lelah, mencari ilmu. Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknya pun banyak, hamba tidak usah bekerja, karena tidak akan kekurangan. Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah meninggal dunia, semua hartanya jatuh ketangan hamba. Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan bertambah. Distulah terlihat ternyata kalau hamba ini bodoh. Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat saya karena modal sudah ada saya hanya tinggal melanjutkan. Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihi orang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang patih.” Maka, yakinlah kyai itu akan bauk muridnya.

Nilai pendidikan yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa kita menuntut ilmu bukan untuk mendapat pujian melainkan untuk mendapatkan imu yang bermanfaat untuk masa depan yang lebih baik.

18 komentar:

  1. izin copas ya kak, buat tugas sekolah...

    BalasHapus
  2. Izin copas jg buat tugas sekolah

    BalasHapus
  3. Izin kopassus pak buat tugas sekolah :)

    BalasHapus
  4. Izin copaas kak buat tugas sakolah

    BalasHapus
  5. Izin copas bang buat tugas skull

    BalasHapus
  6. Izin copas bang buat tugas sekolah

    BalasHapus
  7. Minta tolong buat alur ceritanya dong buat tugas sekolah

    BalasHapus
  8. Mau nanya majas apa saja yang ada di hikayat ini?

    BalasHapus
  9. Kalau boleh nnya..
    Kemustahilan apa yang ad di hikayat ini?

    BalasHapus
  10. izin copas kak mau buat tugas sekolah

    BalasHapus
  11. Relevansi dengan kehidupan saat ini ?

    BalasHapus